Cersex Cerita Sex, Cerita Dewasa, Cerita Ngentot, Cerita Mesum Terbaru 2015 – Cerita Sex: Desahan Terlarang
– Kejadian ini kualami pada tahun 2000-an. Ketika itu aku berumur 31
tahun dan sudah memiliki 2 orang anak yang sudah masuk sekolah dasar.
Suamiku, sebut saja namanya Bang Iwan, adalah seorang karyawan di suatu
perusahaan yang termasuk terkemuka di Tangerang. Seperti halnya
orang-orang yang berkarir, Bang Iwan pun jarang di rumah karena setiap
hari berangkat pagi pulang malam dan terkadang ada tugas dinas sampai 3
hari.
Cerita sex – Sebagai ibu rumah tangga aku mengerjakan pekerjaan rumah
dengan tulus, demi pengabdianku pada suami dan wujud kasih sayang pada
anak-anakku. Tetapi namanya juga wanita, walau bagaimanapun juga butuh
perhatian dan dimanjakan oleh suami. Berhubung suamiku sibuk, kebutuhan
itu jarang kudapatkan, bahkan bisa dikatakan langka, walaupun dalam hal
urusan ranjang tak ada masalah. Bang Iwan tergolong perkasa di ranjang
dan memang dialah lelaki pertama yang menikmati tubuhku sejak pacaran
hingga menikah saat ini.
Kami melakukan hubungan suami istri paling tidak 2-3 kali seminggu
dan biasanya Bang Iwan tahan sampai 1 jam setiap rondenya. Jika sedang
tergesa-gesa paling cepat 30 menit ia bertahan, sementara aku termasuk
wanita yang mudah sekali orgasme. Percaya atau tidak, dulu waktu masih
pengantin baru Bang Iwan sampai heran kok aku orgasme berulang-ulang
kali dan suatu saat dia manghitung orgasme ku ketika kami berdua
bersetubuh hingga 1 jam dan hasilnya memang membuat kami terkejut,
karena dalam satu jam aku bisa sampai 30-40 kali orgasme.
Hal itu tak pernah kusadari sebelumnya dan sebenarnya aku bukanlah
maniak seks, tapi hanya gampang orgasme saja dan tak lebih dari itu.
Namun yang kubutuhkan lebih dari pada aktivitas ranjang. Walau sekedar
tatapan mesra, aku ingin sekali merasakannya. Atau pujian pada masakan
dan penampilanku. Seiring dengan berjalannya waktu, hal itu makin jarang
kudapatkan.
Meskipun kadang aku merasa tersiksa dengan keadaan itu, tapi tetap
kujalani juga dengan hati ikhlas. Semua pekerjaan rumah biasanya sudah
selesai jam 10 pagi dan setelah itu biasanya aku pergi ke tetangga untuk
hanya ngerumpi. Kadang-kadang jalan bareng dengan teman- temanku ke
mall untuk membeli kebutuhan sehari- hari ataupun untuk beli untuk baju
dan kebutuhan pribadiku yang lain. Karena seringnya ditinggal suami dan
kebanyakan ngerumpi dengan teman-temanku di mall atau di cafe jadi
banyak tahu tentang pengalaman mereka yang juga bernasib sama sepertiku,
yaitu kesepian di rumah. Bahkan ada yang lebih parah dari aku.
Dari situlah mereka terkadang berkenalan dengan pria-pria baik yang
masih muda dan single maupun yang sudah sama-sama berkeluarga dan mapan.
Aku tak begitu tertarik pada awalnya dengan cerita mereka, tapi karena
selalu tergoda dengan sensasi selingkuh yang mereka ceritakan, aku jadi
seperti penasaran. Iseng-iseng aku minta nomer HP seorang pria yang juga
sudah berkeluarga dan mapan yang kata teman- temanku berprofesi sebagai
kontraktor. Menurut temanku, sebut saja namanya Rani, yang memberiku
nomor HP Indra (nama samaran), si kontraktor itu, Indra orangnya gagah,
tinggi besar dan juga agak lebih tampan dari suamiku.
Bagiku masalah ketampanan tak terlalu kuhiraukan. Yang bikin aku
penasaran adalah “burungnya” yang kata Rani selalu bikin dia hampir mati
lemas. Tanpa kusadari, aku memulai petualanganku dengan Indra. Dari
hari ke hari sampai hampir satu bulan lamanya aku dan Indra saling
berkirim SMS dan menelepon saat Bang Iwan sedang ngantor atau dinas ke
luar kota. Suatu hari Bang Iwan pulang ke rumah dengan membawa kabar
kalau dia akan pergi keluar kota selama 3 hari. Aku agak sedikit senang
karena aku akan ketemuan dengan Indra untuk pertama kalinya. Memang
selama kami saling kontak melalui HP sudah seperti orang pacaran karena
begitu mesra. Bahkan kadang-kadang nyerempet ke masalah ranjang.
Dari hubungan melalui HP tersebut aku menyimpulkan kalau Indra
seorang yang humoris. Seperti malam-malam biasanya bila suami ingin
berangkat ke luar kota akupun sudah memakai baju seksiku di kamar untuk
melayani suamiku. Hanya saja, saat Bang Iwan menyetubuhiku aku malah
membayangkan sedang disetubuhi oleh Indra. Jam sepuluh pagi ketika
pekerjaan rumahku sudah beres aku berangkat ke depan kompleks perumahan
dengan becak. Di sana sudah terparkir mobil Indra yang berwarna hitam
seperti yang ia sebutkan dalam SMS-nya saat janjian untuk ketemuan
denganku. Dengan hati berdebar-debar aku langsung membuka pintu belakang
mobil. Di jok belakang kulihat Indra tersenyum menyambutku, sementara
sopirnya duduk di belakang kemudi. Aku agak canggung ketika pertama kali
bertemu dan tampaknya Indra juga begitu.
Dari pandangan pertama aku nilai Indra lumayan ganteng. Ia pun pandai
mencairkan suasana yang canggung jadi seperti sudah kenal lama. Di
mobil aku sempat gelagapan saat Indra tanya kenapa aku tak mau dijemput
di depan rumahku, karena dia pengen tahu di mana rumahku. Kubilang saja
kalau aku tak mau tetangga curiga aku dijemput laki-laki tak dikenal
yang datang ke rumah ketika suamiku pergi. Mobil yang kami tumpangi
berhenti di sebuah restoran. Memang tujuan kami ketemuan untuk pertama
kalinya itu adalah makan siang berdua. Sambil makan kami ngobrol macam-
macam. Indra sering melemparkan joke-joke segar dengan gaya jenaka,
walaupun kadang bicaranya nyerempet-nyerempet masalah ranjang, sehingga
membuat perutku sakit karena tertawa terus.
Hal itu membuatku makin tertarik padanya dan tak kuasa menolak saat
Indra mengajakku check in hotel di sekitaran Jakarta Barat. Jangan tanya
apa aku gugup atau apa, karena selama selesai dari makan siang hingga
masuk kamar jantung berdetak dengan kencang seperti pertama kali aku
ingin melakukan hubungan intim dengan suamiku ketika pacaran dulu.
Begitu masuk kamar, aku langsung ke toilet untuk buang air kecil. Di
situ pikiranku kacau, apakah harus kulanjutkan atau tidak.
Meskipun belum ngapa-ngapain, tapi aku sudah dihantui rasa bersalah
pada Bang Iwan. Rupanya rasa bersalah itu kalah oleh rasa kesepianku
yang tiba- tiba terobati dengan adanya Indra. Aku bahkan mempersiap diri
dengan memanfaatkan sabun khusus kewanitaan untuk mengharumkan
sekaligus mengencangkan organ kewanitaan yang ada di wastafel. Ketika
keluar dari toilet, Indra ganti yang masuk. Kurebahkan tubuhku di
ranjang dengan pikiran yang terus berkecamuk. Aku sedikit terhenyak saat
melihatnya keluar dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian
bawah tubuhnya. Pakaian yang tadi dikenakannya ditenteng dan diletakkan
di atas sofa hotel yang di atasnya ada jam besar. Kulihat sudah
menunjukkan jam 1 siang.
Jantungku berdetak makin kencang saat Indra rebah di sebelahku dan
langsung mengecupi leherku dengan lembut, seakan memancingku untuk
relaks dan juga menikmati.
“Jangan di cupang yah… Takut nanti suamiku tau”, kataku.
“Iya, sayang…”, jawabnya halus dan agak berbisik mesra.
Tak hanya gampang orgasme, aku juga gampang terangsang. Ketika Indra
mencumbuiku, aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang agak tebal dan
terlihat seksi di mataku. Aku pun kemudian merasakan sensasi berciuman
yang beda dengan Bang Iwan. Indra begitu pandai memainkan bibirnya dan
lidahnya dalam rongga mulutku yang tak henti-hentinya mendesah akibat
terbakar bara birahi. Dengan cekatan tangan Indra membuka satu-persatu
kancing blouse yang kupakai hingga terlepas semua sambil terus melumat
bibirku. Kubantu dia melepas kait bra-ku hingga aku telanjang dada.
“Susumu bagus banget, lebih gede dari istriku”, dengusnya.
“Jangan gitu, dia kan istrimu..”, kataku sambil menggelinjang dalam kenikmatan.
Indra tidak menjawab. Mulutnya beralih ke payudaraku dan menghisap-
hisapnya dengan penuh gairah. Jelas saja hal itu makin membuatku terbuai
dalam sebuah sensasi rangsangan yang meletup- letup. Sensasi selingkuh
yang sudah sangat kunanti- nanti dan makin merasuk jauh dalam diriku,
hingga aku tak sadar sudah telanjang bulat. Tahu-tahu Indra sudah berada
di selangkanganku dan lidahnya terasa mencabik- cabik lembut miss V-ku.
Dalam waktu singkat aku orgasme dibuatnya, tapi Indra terus saja
menjilati miss V-ku, hingga aku orgasme lagi. Apalagi ketika jari-jari
Indra mengocoki liang kemaluanku, aku malah lebih cepat orgasme lagi.
“Kok kamu gampang banget dapetnya (orgasme)?”, tanya Indra.
“Aku emang gampang dapet… Gak tau kok aku gampang banget dapetnya”, kujawab dengan nafas terengah-engah.
Sesaat kemudian Indra membuka handuk penutup bagian bawah tubuhnya,
lalu telentang di ranjang. Itulah untuk pertama kalinya aku melihat
penis yang bukan penis suamiku. Penis indra memang agak lebih panjang
dan besar dari suamiku. Persis seperti yang diceritakan Rani padaku.
Bahkan Rani bilang kalau dia sampai kelenger merasakannya. Melihat
batang yang begitu keras, besar dan panjang membuatku makin mabuk
kepayang. Kulumat penis Indra dalam mulutku. Dengan kehalusan liukan
lidahku di sepanjang batangnya membuat Indra menggeliat tak tahan.
“Udah-udah…aku bisa keluar nanti”, katanya disertai erangan lirih.
Sebetulnya aku masih ingin lebih lama melakukan oral padanya, seperti
yang kulakukan pada Bang Iwan, di mana mulutku sampai pegal sementara
ia tenang- tenang saja, tapi dengan Indra malah ia ingin aku menyudahi.
Aku pun beringsut duduk di atas selangkangannya dan langsung mengarahkan
penisnya untuk kumasukkan ke dalam miss V-ku yang sudah sangat basah.
Rasanya memang berasa lebih sesak dan dalam sekali masuknya, tak seperti
biasanya dengan penis suamiku. Aku memang menyukai posisi di atas
karena dapat mengatur kenikmatan diriku sepuas- puasnya hingga aku
kelelahan.
Ketika penisnya sudah masuk semua aku meluruskan pahaku agar vaginaku
dapat mencengkram dengan lebih rapat. Bang Iwan sangat menyukai saat
aku melakukan itu. Setelah terasa rapat, aku mulai bergoyang. Memang apa
yang dikatakan Rani bukanlah bualannya saja, karena penis Indra
kurasakan lebih nikmat dan mengasyikkan. Bahkan aku hanya bergerak
sebentar saja sudah orgasme. Kugerakkan lagi beberapa genjotan hingga
sesaat kemudian aku orgasme lagi. Jangan tanya reaksi Indra karena dia
seperti orang kesurupan. Kedua tangannya memegangi dan meremas-remas
pantatku, mengikuti setiap goyanganku. Aku terus bergoyang sampai
berdesir lagi merasakan orgasme dan goyang lagi sampai dapat lagi. Perut
dan paha Indra sampai basah hingga sprei ranjang hotel pun ikut basah.
Sensasi nikmat yang luar biasa itu membuatku terus goyang-goyang hingga
orgasme entah yang ke berapa kali, sampai tangan Indra menepuki
pantatku.
“Yang, udah yang … Ganti posisi yuk?”, ajaknya sambil sedikit menyeringai, entah karena keenakan atau menahan ejakulasi.
Aku yang memang sudah kelelahan beranjak dari atas tubuh Indra yang
basah kuyup, lalu berbaring telentang di ranjang. Indra berlutut dan
menyusupkan pahanya di selangkanganku. Saat aku mengangkang Indra
menghunjamkan lagi penisnya ke miss V-ku dan mulai melakukan gerakan
memompa yang membuat payudaraku berguncang- guncang. Seperti halnya yang
dilakukan suamiku, Indra langsung menyergap kedua payudaraku dengan
mulutnya sambil terus bergoyang. Sesaat kemudian Indra memintaku untuk
merapatkan kedua payudaraku hingga kedua putingku saling menempel. Saat
itulah Indra kembali melahap kedua putingku sekaligus sambil terus
memompa batangnya. Nikmat ganda yang kurasakan membuatku cepat orgasme
dan berulang- ulang.
“Say … Aku mau keluar nih … keluarin di mana?”, tanyanya dengan nafas memburu.
“di dalem aja … Gak papa kok”, kataku dengan nafas tak kalah ngos-ngosan
Indra semakin menggempur miss V-ku dengan cepat yang tentunya membuatku
orgasme lagi dan lagi.
Sesaat kemudian terasa miss V-ku dihujam sangat dalam dengan penisnya
yang diikuti dengan denyutan dan semburan cairan hangat yang keras dari
penisnya di ujung miss V-ku.
“Kamu nikmat banget, say. Bahkan lebih nikmat dari istriku sendiri. Kamu ganas …” kata Indra.
“Hus… Istri sendiri jangan dijelek-jelekin”, kataku sambil tersenyum.
“Abis … kamu emang enak banget. Mana ganas pula…” katanya.
Ronde pertama berakhir sudah. Kulihat jam dinding menunjukan waktu
1.30, berarti aku dan Indra sudah setengah jam bergumul. Sebenarnya
Indra tak setangguh suamiku, tapi karena penisnya yang besar itu
ternyata mampu membuatku merasa lebih nikmat walau hanya dengan durasi
setengah jam. Indra yang berusia 34 tahun itu tampaknya ketagihan dengan
layananku. Setengah jam kemudian ia mengajak bergumul lagi sampai-
sampai ranjang basah kuyup oleh cairanku. Setelah Indra ejakulasi lagi,
kami bercengkerama sebentar sambil tiduran telanjang. Begitu deru nafas
kami reda, kami pun check out.
Tepat jam 4 sore Indra mengantarku sampai di depan kompleks peumahan
tempat aku tinggal. Dengan becak aku menuju rumahku. Di rumah kulihat
kedua anakku menyambutku dengan keceriaan khas anak- anak. Tiba-tiba
saja aku tercenung dan hati ini serasa menanggung beban rasa bersalah,
hingga terbersit pertanyaan, “Pantaskan aku jadi ibu yang baik bagi
mereka?” Pertanyaan itu mengiang terus dalam hatiku tapi selama 3 hari
itu. Anehnya aku tak mampu menolak ajakan Indra untuk mengulangi lagi di
hotel yang sama dan ketika kembali ke rumah dihinggap rasa bersalah
lagi.
Apakah aku sudah terkena virus ketagihan selingkuh? Tak dapat
kusangkal kalau rayuan dan keroyalan Indra selalu meluluhkan hatiku
untuk dapat berdua dengannya di hotel. Kadang dia membelikan baju seksi
ketika dia mengajakku berbelanja di hotel. Suamiku tak curiga karena
pikirnya itu dari gajinya yang memang lebih dari cukup unuk itu.
Hubunganku dengan Indra sempat putus dan tak berselang lama aku
memutuskan untuk mangakhirinya, karena ketika masa lost contact dengan
Indra aku menemukan pria lain yang sedikit lebih gagah darinya.
Meski begitu, cinta ini masih ada untuk bang Iwan, suamiku, dan tak
pernah tergantikan oleh siapapun. Hanya saja nikmatnya pergumulan di
ranjang dan sensasi selingkuh itulah yang membuatku tergoda untuk
mengulanginya lagi dan lagi. Nikmatnya perselingkuhan dan rasa bersalah
seolah seperti iblis dan malaikat yang terus bertarung dalam batinku.
Dan entah kenapa, pada akhirnya malaikatlah yang menjadi pemenang,
karena beban rasa bersalah yang kutanggung terasa makin berat dan
menyesakkan dada. Aku bertekad untuk berhenti dari petualanganku mencari
sensasi kenikmatan berselingkuh.
Suatu malam, ketika aku dan Bang Iwan sedang menikmati persetubuhan
kami, kuberanikan diri untuk menceritakan perselingkuhanku dengan Indra
sedetil yang kumampu. Berat rasanya menanggung beban itu dalam hatiku
dan lebih berat lagi aku ketika menceritakannya pada Bang Iwan. Aku bisa
mengerti perasaannya ketika ia terlihat marah yang ketika itu sedang di
bawah dan sedang kugoyang penisnya dengan vaginaku. Tak heran jika
ketika selesai bercinta dia tak memelukku seperti biasanya dan
mendiamkan aku hingga 3 hari. Aku bersimpuh di depan kakinya untuk
meminta maaf. Bang Iwan dengan berat hati dan pertimbangan kedua anak
kami, memaafkanku. S
No comments:
Post a Comment